Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

IMPLEMENTASI PRAKTIKUM FISIKA BERWAWASAN LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA CALON GURU FISIKA STAIN PALANGKARAYA



IMPLEMENTASI PRAKTIKUM FISIKA BERWAWASAN LINGKUNGAN  DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA CALON GURU FISIKA STAIN PALANGKARAYA

SUHARTONO
NIP. 198103052006041005


PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA NEGERI PALANGKARAYA
2013



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang.
Berbagai macam bentuk permasalahan pencemaran terhadap lingkungan dan aspek yang menimbulkannya menuntut pemahaman yang lebih baik mengenainya. Dengan pemahaman yang baik terhadap lingkungan alam akan menumbuhkan perlakuan dan sikap yang baik terhadapnya yang diimplementasikan dengan pemanfaatan sumberdaya alam dengan  memperhitungkan dampak buruknya, sehingga pelaksanaan eksplorasi yang ramah lingkungan, tidak mencemari secara besar-besaran dengan cara melakukan upaya untuk mencegah bahaya dan kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahan perlakuan terhadap lingkungan itu sendiri.
Pemahaman masyarakat mengenai lingkungan sebagai suatu mekanisme yang berhubungan perlu dipahami sejak dini dimulai saat taman kanak-kanak hingga akhir hayat.  Seperti memahami mekanisme kejadian-kejadian alam seperti gempa bumi, gunung meletus, kekeringan, banjir, longsor, tsunami, angin topan/puting beliung sangat penting bagi masyarakat. Dengan pemahaman yang baik mengenai mekanisme kejadian-kejadian alam tersebut, manusia dapat merencanakan dan mengelola cara yang dapat mengurangi akibat yang disebabkan oleh bencana alam juga yang disebabkan manusia (Suyatna, A. & Hinduan, A. Dkk, 2009). Pengembangan kemampuan masyarakat dalam bidang  lingkungan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan hidup. Hal ini dapat dipahami karena seperti halnya pemahaman mengenai aspek yang menyebabkan pencemaran di daratan, udara, perairan, dan seluruh kehidupan di bumi dapat memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk mengelola sumberdaya alam dan lingkungan itu sendiri. Melalui pembelajaran fisika yang diperoleh lewat praktikum yang berwawasan lingkungan bagi calon guru di tingkat perguruan tinggi  memungkinkan mahasiswa untuk belajar dari masa lalu dan masa kini untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik dengan mengajarkannya mulai tingkat SMP/MTs dan SMA/MA.
Selama ini pembelajaran praktikum fisika pada materi tertentu saja, yang terbatas konsep dasar dan masih terlalu sedikit yang langsung dihubungkan dengan permasalahan lingkungan.  Padahal kalau dilihat dari hakekat keilmuannya, fisika merupakan ilmu yang mempelajari alam.  Oleh karena itu sudah selayaknya diajarkan sesuai dengan hakekat keilmuannya supaya hasil pembelajarannya lebih bermakna bagi mahasiswa/siswa dan bagi masyarakat. Untuk dapat menghubungkan praktikum fisika dengan permasalah lingkungan salah satunya yaitu dengan pendekatan inkuiri.  Dengan pendekatan ini mahasiswa akan belajar menemukan masalah yang ada dilingkungan dan berusaha mencari penyelesaiannya menggunakan konsep-konsep fisika mulai dengan mengekplorasi permasalahan lingkungan dan dilanjutkan dengan menentukan variabel-variabel yang ada dilingkungan, merencanakan dan melakukan eksperimen, menentukan hubungan antar variabel. Pada tahap ini mahasiswa dituntut untuk menjelaskan, menghubungkan, menggambarkan, membandingkan, dan membuat perumusan terhadap variabel-variabel yang diselidiki berdasarkan kepada data yg telah diperoleh untuk selanjutnya membentuk konsep, prinsip/hukum, teori atau membandingkan perolehan hasil penyelidikan dengan konsep, prinsip/hukum, atau teori yang telah ada.
Sains merupakan kumpulan pengetahuan tentang obyek atau gejala alam yang telah diuji kebenarannya (Hungeford, et al., 1990). Sains mencakup dua aspek yaitu Sains sebagai proses, yang dikenal dengan metode ilmiah dan Sains sebagai produk yang dikenal dengan body of knowledge (Trowbridge and Bybee, 1990). Sains sebagai proses berawal dari observasi terhadap fenomena alam dengan cara kerja sebagaimana yang dilakukan oleh para saintis (Rutherford and Ahlgren, 1990). Oleh karena itu pembelajaran  praktikum fisika berwawasan lingkungan sebaiknya dimulai dari observasi terhadap lingkungan. Melalui proses ilmiah dapat dikembangkan sikap ilmiah mahasiswa. Sikap ilmiah tersebut mencakup sikap ingin tahu, menghargai pembuktian, berpikir kritis, kreatif, berbicara berdasarkan kepada bukti-bukti konkrit atau data, dan peduli terhadap lingkungannya sendiri. Melalui proses Sains dapat dikembangkan keterampilan mengobservasi, menjelaskan, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan (Yager, 1996). Hal ini bersesuaian dengan maksud pembelajaran fisika yaitu untuk mendidik mahasiswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas melalui: mengamati, memahami, dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi (Depdiknas, 2003).
Memberikan contoh langsung kepada mahasiswa mengenai cara pembelajaran dengan pendekatan inkuiri sangat penting bagi calon guru pendidikan fisika agar ia setelah menjadi guru dapat menerapkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri di sekolah, karena guru akan menemui kesulitan untuk menerapkan metode ini dalam mengajar apabila mereka sendiri tidak pernah mengalaminya (Loucks and Horsely, 1997).
Dengan penelitian ini agar dapat mengetahui pengaruh implementasi praktikum fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  pada hasil belajar dan motivasi meneliti mahasiswa calon guru fisika. Proses perkuliahannya berorientasi pada pengalaman langsung kepada mahasiswa agar kelak setelah ia menjadi guru dapat menerapkan pendekatan inkuiri  dalam menerapkan konsep fisika untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dilingkungan sekitarnya serta membelajarkannya kepada siswa SMP/MTs atau SMA/MA.
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diambil pada penelitian ini adalah:
1.       Bagaimanakah implementasi Praktikum Fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  untuk  meningkatkan penguasaan konsep fisika dan motivasi meneliti terhadap lingkungan pada calon guru Fisika di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya.
2.       Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan menunjang dalam implementasi Praktikum Fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  pada calon guru fisika di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya.

1.3.   Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.       Mengetahui sampai sejauh mana implementasi praktikum Fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  untuk  meningkatkan penguasaan konsep fisika dan motivasi meneliti bagi calon guru Fisika STAIN palangkaraya terhadap lingkungan.
2.       Mengetahui faktor yang menghambat dan menunjang dalam implementasi Praktikum Fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  pada calon guru Fisika di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya

1.4.   Manfaat Penelitian:
Manfaat yang dapat diambil dari pada penelitian ini yaitu:
1.       Bagi Dosen: sangat membantu dalam pencapaian tujuan perkuliahan khususnya mata kuliah yang dapat dipraktikumkan seperti Fisika Dasar.
2.       Mahasiswa: Diharapkan dapat lebih mengembangkan sifat menyelidiki pada diri mahasiswa calon guru tentang Fisika yang bisa diterapkan pada lingkungan. Kegiatan praktek dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan sejumlah keterampilan.
3.       Program Studi Pendidikan Fisika: Diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perkuliahan serta mutu penyelenggara pendidikan tersebut.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sains Sebagai Inkuiri.
Inkuiri (penemuan) merupakan satu langkah yang dilalui untuk menerapkan sains sebagai suatu proses. Sains sebagai suatu proses adalah menggabungkan suatu proses dan pengetahuan ilmiah, serta penalaran dan pemikiran kritis untuk mengembangkan pemahaman terhadap sains. Pembelajaran sains menekankan pada pengembangan inkuiri, serta menekankan pula pada aktivitas penyelidikan dan menganalisis pertanyaan-pertanyaan sains (Simamora, 2008).
   Pada dasarnya ilmu pengetahuan alam atau sains dapat dipandang sebagai produk dan proses; sebagai produk sains merupakan ilmu pengetahuan yang terstruktur yang diperoleh melalui proses aktif, dinamis, dan eksploratif dari kegiatan induktif. Selanjutnya, pembelajaran sains didasarkan pada teori belajar konstruktivis yang berpandangan bahwa belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya (Budiastra, 2007: 36).
Menurut Uno (Anggraini, 2007) inkuiri adalah suatu metoda pembelajaran aktif yang mempraktekkan kemampuan berpikir kritis, inkuiri juga membuat siswa menggali sendiri prinsip-prinsip atau konsep-konsep utama di dalam kegiatan pembelajarannya; karena itu metode ini paling baik dilakukan di dalam laboratorium atau diskusi kelas.
Inkuiri sendiri sering diartikan sebagai eksperimen untuk menguji suatu hipotesis. Sementara itu Beyer (Rustaman, 2007) berpendapat bahwa inkuiri (inquiry) memiliki beberapa komponen. Komponen utama dalam inkuiri adalah proses (process), pengetahuan (knowledge), serta sikap dan nilai (attitudes and values). Komponen pengetahuan dalam inkuiri meliputi hakikat pengetahuan (nature of knowledge) dan perangkat inkuiri (tools of inquiry); hakikat pengetahuan mengandung arti bahwa apa yag diketahui oleh individu atau kelompok tidak pernah lengkap, karena pengatahuan terus berkembang (tentatif).
Menurut Cleaf (Puspitawati dan Rachmadiarti, 2007) inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-masalah dan menemukan informasi.           
Menurut NRC (1996), inkuiri merupakan strategi sentral dalam pembelajaran sains. Inkuiri adalah suatu metode pedagogis yang membuat siswa menggali atau membangun informasinya sendiri.
 Cara mempelajari sains ternyata mengalami pergeseran ketika pengetahuan sebagai produk sains itu menjadi makin banyak. Pengetahuan tersebut diinformasikan melalui berbagai cara, sehingga orang-orang yang mempelajari sains selanjutnya lebih terpaku pada hasil atau produk sains. Dengan demikian banyaknya pengetahuan dan begitu cepat berkembangnya sains, makin tidak mungkin orang mempelajari sains dengan cara seperti itu (Rustaman, 2007: 7).
                Pembelajaran sains seyogyanya menekankan pada pengembangan kemampuan untuk memproses dan menghasilkan pengetahuan sekaligus dengan dampak pengiring yang menyertainya, atau dikenal dengan proses, produk dan nilai.
                Upaya mengembalikan pembelajaran sains sesuai dengan hakikatnya telah banyak dilakukan baik dalam sains maupun ilmu pengetahuan sosial melalui inkuiri. Menurut Beyer (Rustaman, 2007) melalui inkuiri, dimungkinkan pembelajaran yang melibatkan proses, produk atau pengetahuan (content, knowledge) dengan konteks dan nilai (context, values, affective).
Mengajarkan sains dengan inkuiri yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk pendekatan mengajar meliputi siklus belajar, pendekatan keterampilan proses sains, pendekatan terpadu/tematik yang melibatkan kegiatan laboratorium (hands-on activities) menjadikan pembelajaran sains menyenangkan dan tidak membosankan. Keterampilan proses sains tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran sains berbasis inkuiri. Menurut Beyer (Rustaman, 2005) melalui inkuiri, dimungkinkan pembelajaran melibatkan proses, produk atau pengetahuan (Content or knowledge) dengan konteks dan nilai (context, values, and affective).
Dengan kata lain, belajar konsep sains saja atau belajar keterampilan saja (proses sains, berpikir kritis), tidak dapat memecahkan persoalan. Mengalami pembelajaran sains memungkinkan siswa belajar aktif untuk membangun konsep dan keterampilan sedemikian rupa yang terinternalisasi, sehingga menjadi miliknya dan menjadi kebiasaannya, merupakan target yang perlu dituju dan dicapai oleh para pendidik, termasuk pendidik di LPTK yang menyiapkan calon gurunya. Agar para guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan ketiga aspek inkuiri tadi, maka mereka harus dikondisikan agar dapat melaksanakan kemampuan-kemanpuan tadi (Budiastra, 2007:36).
Model mengajar inkuiri merupakan salah satu model kognitif yang diunggulkan untuk pembelajaran sains  di sekolah. Perlunya guru sains  merancang pembelajaran sains yang berbasis inkuiri telah ditekankan sejak lama oleh para pakar pendidikan dan pakar pendidikan sains. Dalam NRC (Jannah, 2009:11) disebutkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses penyelidikan masalah, formulasi hipotesis, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data dan membuat kesimpulan. Jadi, dalam pembelajaran berbasis inkuiri, siswa terlibat secara mental dan secara fisik untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
Dari berbagai model yang dikaji, model inkuiri merupakan salah satu model kognitif yang diunggulkan untuk pembelajaran Sains di sekolah. Peran inkuiri dalam pendidikan sains ialah menghubungkan inkuiri dengan “content”. Disimpulkan bahwa:”…the emphasis has been on viewing scientific inquiry as part of the content of science it self”. Hal ini sesuai dengan kerja ilmiah dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) rumpun sains, baik di tingkat SLTP maupun di tingkat SMU (Rustaman, 2007:27).
Di dalam pembelajaran, inkuiri memungkinkan untuk pengintegrasian atas banyak disiplin ilmu, baik dalam sains itu sendiri, yaitu antara biologi dan fisika, maupun melibatkan kaitan antara sains dan matematika , ilmu-ilmu sosial dan seni bahasa.
Adapun model pembelajaran inkuiri ini memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.       Dapat membentuk dan mengembangkan self concept pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2.       Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
3.       Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur dan terbuka.
4.       Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5.       Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
6.       Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
7.       Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8.       Memberi keterbimbingan siswa untuk belajar sendiri.
9.       Siswa dapat menghindari dari cara-cara belajar siswa yang tradisional.
10.   Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya, sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Dengan memperkenalkan inkuiri kepada siswa berarti membantu mengembangkan : (i) pengertian tentang konsep, (ii) suatu apresiasi cara mengetahui dalam sains, (iii) pemahaman hakikat sains, (iv) keterampilan yang diperlukan untuk menjadi penyelidik mandiri tentang dunia alami, (v) disposisi untuk menggunakan keahlian kemampuan dan sikap serta diasosiasikan dengan sains (NRC, 1996: 105)
Dalam proses belajar siswa memerlukan waktu untuk menggunakan daya otaknya untuk berpikir dan memperoleh pengertian tentang konsep, prinsip dan teknik menyelidiki masalah (Roestiyah, 2008).

Langkah-langkah Perencanaan pembelajaran dalam inkuiri.

Menurut Richard Scuhman (Suryosubroto, 1997:193-196). Langkah pembelajaran inkuiri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari:
1. Observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam
2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi
3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban
4. Mengumpulkan data yang terkait dengan pertanyaan yang diajukan
5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data.
                Menurut National Science Educational Standard (Rustaman, 2007) perencanaan pengajaran inkuiri dapat dilakukan dengan cara: (1) mengembangkan kerangka kerja jangka panjang (setahun) dan tujuan-tujuan jangka pendek bagi siswanya; (2) memilih content sains, mengadaptasi dan merancang kurikulum yang memenuhi minat, pengetahuan, pemahaman, kemampuan, dan pengalaman siswa; (3) memilih strategi mengajar dan assessment yang mendukung pengembangan pemahaman siswa dan memberikan dampak ringan terhadap masyarakat pebelajar sains; (4) bekerja sama sebagai kolega di dalam disiplin, juga lintas disiplin dan jenjang kelas. Dalam hal ini, inkuiri menjadi pertanyaan-pertanyaan otentik yang diturunkan dari pengalaman siswa dan merupakan strategi sentral dalam pengajaran sains.
Menurut Eggen dan Kauchak (Jannah, 2007) pembelajaran berbasis inkuiri terdiri dari enam tahap yaitu:
Tabel 1. Tahap Pembelajaran berbasis Inkuiri Menurut Eggen dan Kauchak
 Tahap
Aktifitas
Tahap I :
Menyajikan pertanyaan atau masalah
1.     Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis.
2.     Guru membagi siswa ke dalam kelompok
Tahap II  :
Membuat Hipotesis
1.      Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis.
2.      Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
Tahap III :
Merancang Percobaan
1.  Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan
2. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
Tahap IV :
Melakukan Percobaan untuk Memperoleh Informasi
1.Guru membimbing siswa mendapatkan  informasi melalui percobaan.
Tahap V:
Mengumpulkan dan Menganalisis Data
1. Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
Tahap VI : 
Membuat Kesimpulan
1.Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Untuk pembelajaran inkuiri pada level manapun guru perlu membimbing, mengarahkan, memfasilitasi, dan memacu siswa belajar. Guru memfasilitasi belajar sains dengan memotivasi mereka dan mencontohkan model keterampilan penyelidikan sains. Selain itu guru memfasilitasi siswa agar skeptisisme yang merupakan karakteristik sains (NRC, 1996:32). Juga mengemukakan eratnya hubungan inkuiri dengan bertanya, dan dapat disajikan dengan demonstrasi, eksperimen, penyelidikan dan diskusi.
Menurut Roestiyah (2008:79-80) Hal-hal yang perlu distimulir dalam proses belajar melalui inkuiri:
1.       Otonomi siswa
2.       Keterbimbingan dan dukungan pada siswa.
3.       Sikap keterbukaan.
4.       Percaya kepada diri sendiri dan kesadaran akan harga diri.
5.       Self concept.
6.       Pengalaman inkuiri, terlibat dalam masalah-masalah.
Beberapa isu yang dipersoalkan para guru sains di lapangan dalam menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri antara lain adalah: penguasaan konten, waktu pembelajaran, tuntutan penilaian yang kurang sinkron dengan visi misi dan hakikat pembelajaran sains. Waktu pembelajaran selalu dikeluhkan kurang apabila akan melaksanakan kegiatan laboratorium. Selain itu karena selama ini yang dinilai dalam ujian nasional lebih dititik-beratkan pada penguasaan konsep, maka para guru kurang termotivasi untuk melakukan pembelajaran berbasis inkuiri (Rustaman, 2007:27).
Pada umumnya guru-guru tidak mempuyai kesempatan untuk belajar sains melalui inkuiri atau melakukan inkuiri itu sendiri, padahal bekal ini penting agar guru mempunyai keterampilan dan pemahaman berinkuiri yang dapat digunakan di dalam kelas secara tepat dan bijaksana. Oleh sebab itu dalam penjelasannya tentang ” mempersiapkan guru untuk mengajar berbasis inkuiri” NRC (2000) menekankan pentingnya memberikan kesempatan pada guru untuk belajar sains melalui inkuiri selama persiapannya di tingkat preservice (Anggraini, 2007:82).
Kendala guru tidak berminat melakukan pembelajaran dengan inkuiri karena khawatir tidak mencapai target (bahan tidak selesai). Melalui studi-studi tersebut ternyata waktu yang terpakai untuk kegiatan pembelajaran dengan inkuiri memberikan hasil menggembirakan. Model-model pembelajaran berbasis inkuiri beserta hasilnya dapat disosialisasikan di sekolah-sekolah dan dapat menepis keberatan guru untuk membelajarkan inkuiri kepada siswa. Yang dihadapi di lapangan adalah bagaimana membelajarkan para gurunya berinkuiri dulu sendiri sebelum mengingkuirikan siswa-siswanya (Rustaman, 2007)
National Science Education Standard (Kaniawati, 2007:2) menyatakan bahwa calon guru Fisika perlu mempelajari sains yang esensial melalui konteks dan metode inkuiri. Calon guru harus mempelajari sains melalui inkuiri yang memberi kesempatan pada siswa/mahasiswa untuk melakukan observasi dan bekerja dengan melibatkan penalaran dalam perumusan prinsip-prinsip.
Setelah siswa memperoleh beberapa pengalaman tentang bagaimana melakukan suatu penyelidikan, ia akan dapat melakukan tugas-tugas dengan bentuk-bentuk pelajaran yang strukturnya tidak begitu luas. Dalam hal ini, istilah umum “sifat menyelidiki” digunakan baik untuk pendekatan pembelajaran Fisika dengan menggunakan metode inkuiri. Proses pembelajaran sains di Sekolah Dasar dan Fisika di Sekolah Menengah dan perguruan tinggi yang menggunakan inkuiri dapat lebih mengembangkan “sifat menyelidiki” pada diri siswa. Di lain pihak pembelajaran menggunakan inkuiri akan menciptakan pembelajaran yang student centered bukan lagi teacher centered. Bila yang terjadi sebaliknya, maka guru dan siswa hanya terlibat dalam pseudo-learning, yaitu berupa hafalan atau ingatan yang segera musnah menjadi kelupaan yang tak bermakna.
Menurut Johson (Arnyana, 2007 :17), berpikir tingkat tinggi dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), analisis asumsi (analizing assumption), dan inkuiri sains (scientific inquiry).

2.2.  Keterampilan Proses Sains (KPS)
                Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya atau penyangkalan terhadap suatu penemuan (Indrawati, 2000). Dengan kata lain, keterampilan ini dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep/prinsip/teori. Konsep/prinsip/teori yang telah ditentukan atau dikembangkan akan memantapkan penguasaan tentang keterampilan proses tersebut (Jannah, 2009)
                Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah suatu keterampilan agar siswa dibiasakan menemukan masalah, mencari informasi tentang masalah tersebut, membuat hipotesis dan menarik kesimpulan. KPS merupakan perilaku ilmu sains yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses pembelajaran di kelas dan siswa diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka. Dengan memiliki KPS, siswa diharapkan dapat memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki (Dahar, 1985).
                Menurut Esler (Hartono, 2007) keterampilan proses sains dikelompokan seperti pada Tabel 6.
Tabel 6.  Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar
Keterampilan Proses Terpadu
Mengamati (observasi)
Mengelompokkan (klasifikasi)
Melakukan pengukuran
Berkomunikasi
Menarik kesimpulan (inferring)
Meramalkan (prediksi)
Merumuskan hipotesis
Menyatakan variabel
Mengontrol variabel
Mendefinisikan operasional
Melakukan Eksperimen
Menginterpretasi data
Menyelidiki
Mengaplikasikan konsep

Tabel 7. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar
Keterampilan dasar
Indikator
Mengamati (observing)

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Mengelompokan (classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu objek
Melakukan pengukuran (measuring)

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain dan mampu mendemonstrasikan perubahan satu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.
Pengkomunikasian (communicating)

Mampu membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram, menggambar data empiris dengan grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan secara detail, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas
Menarik kesimpulan/inferensi (inferring)

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi
Meramalkan (predicting)
Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan pengalaman yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengektrapolasi dugaan.


Tabel 8. Indikator Keterampilan Proses Sains Terpadu
Keterampilan terpadu
indikator
Merumuskan hipotesis (formulating hypothesis)
Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah
Menamai variabel (naming variable)
Mampu mendefinisikan semua variabel jika digunakan dalam percobaan
Mengontrol variabel (controlling variables)
Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi memanipulasi variabel bebas.
Membuat definisi operasional (making operational definition)
Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor/ variabel dalam suatu eksperimen
Melakukan eksperimen (experimenting)
Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyan yang sesuai, mengatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil eksperimen
Interpretasi (interpreting)
Mampu menghubungkan hasil pengamatan terhadap objek untuk menarik kesimpulan, menemukan pola atau keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam tabel) suatu fenomena alam
Merancang Penyelidikan (investigating)

Mampu menemukan alat dan bahan yang diperlukan pada suatu penyelidikan, menemukan variabel kontrol, variabel bebas, menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, dan menemukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah
Aplikasi konsep (applying concepts)
Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki dan mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.

             Sumaji, dkk. (Jannah, 2009) dari berbagai pendapat para ahli menyimpulkan bahwa di samping penguasaan konsep, tujuan utama pembelajaran sains adalah untuk mengembangkan skill anak dalam proses keilmuwan seperti pengamatan, pengukuran, perbandingan, penyusunan kerangka penyimpulan, peramalan dan bentuk kesimpulan. Dalam pembelajaran, anak memperoleh berbagai kesempatan dalam penelusuran, penemuan, penyelidikan dan inkuiri. Anak seharusnya juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahunya dan sikap untuk mau bertanya, sehingga mereka mulai memahami dan membangun ide-ide baru untuk menjelaskan fenomena alam ini.
             Penelitian yang dilakukan Muslim, Mahmud, dkk (Jannah, 2009) menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan inkuiri dibandingkan sebelum pembelajaran. Dengan kata lain penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
Dengan dukungan teori dan melihat hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dengan pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep, keterampilan berfikir kritis, menumbuhkan keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan serta meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
Pembelajaran sains sudah waktunya tidak lagi mempermasalahkan teori-praktikum yang dipadukan atau terpisah, membandingkan keefektifan berbagai metode, peningkatan penguasaan konsep (pengetahuan) saja. Sudah saatnya diupayakan segera bagaimana membekali mahasiswa kemampuan (ability) untuk mencari (inquire), memilih dan memilah informasi di sekelilingnya dengan cara yang memenuhi kaidah-kaidah keilmuan, menggunakan dan menerapkannya dalam studi dan kehidupan secara mandiri dan bijaksana. Pembelajaran sains pada level konkret dapat dilakukan melalui eksperimen, tetapi pada level abstrak diperlukan bantuan multimedia, melalui penayangan animasi yang memuat proses yang tidak tampak di balik fenomena atau fakta yang dapat diinderai (observasi). Tahap-tahap inkuiri dalam pembelajaran inkuiri hanya dapat membantu memberi pengalaman berinkuiri yang langsung di lab atau di kelas (dapat dikendalikan). Kemampuan berinkuiri yang sesungguhnya seperti dikemukakan di atas perlu dibekalkan kepada siswa/mahasiswa agar mereka dapat bertahan belajar dan hidup pada era globalisasi yang kebanjiran informasi (Rustaman, 2007:32)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.     Desain Penelitian
Bertolak dari tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana implementasi praktikum Fisika berwawasan lingkungan  dengan pendekatan inkuiri  untuk  meningkatkan penguasaan konsep fisika dan motivasi meneliti terhadap lingkungan bagi calon guru fisika STAIN palangkaraya, Penelitian ini menggunakan metode Pra eksperimen maka desain penelitian yang digunakan adalah One Groups Pretest-Posttest Design yang secara skematis disajikan pada tabel 2.
Tabel 2.  Desain penelitian
Kelompok
Pre-test
Perlakuan
Post-test
Eksperimen
O
X1
O

Keterangan:   
 O  : Tes hasil belajar topik-topik fisika yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan
X1 :  kelompok mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
Sampel penelitian untuk terdiri dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum fisika dasar I.  Data diambil dari hasil pre-test dan post-test menggunakan soal berbentuk essay serta dari hasil angket mengenai tanggapan mahasiswa terhadap implementasi model pembelajaran. Data hasil tes dianalisis secara kuantitatif menggunakan dan uji beda dua rata-rata antara pre test dan post testnya.  Data hasil angket dianalisis menggunakan teknik persentase.



3.2.     Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya semester I pada tahun ajaran 2013/2014 yang mengambil mata kuliah Praktikum Fisika Dasar I.
3.3.     Identifikasi Variabel
Perlu diketahui bahwa yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan inkuiri (A2). Variabel tergantung yang diteliti adalah penguasaan konsep fisika yang berkaitan dengan lingkungan (Y1) dan motivasi meneliti (Y2).
3.4.     Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang skor sikap motivasi meneliti yang menggunakan kuesioner, dan untuk pengetahuan awal dan pengetahuan setelah diberikan model pembelajaran (yaitu kemampuan penguasaan konsep yang dipraktikumkan dan keterampilan proses sains) menggunakan tes berbentuk uraian, serta penilaian lembar observasi proses pembelajaran oleh pengamat kepada peneliti yang mengajar.
Pengambilan data kemampuan penguasaan konsep yang dipraktikumkan dan keterampilan proses sains dilakukan pada awal dan akhir kegiatan penelitian, Selanjutnya, setelah keseluruhan kegiatan praktikum selesai para mahasiswa diminta untuk menjawab kuesioner guna mengungkap sikap motivasi meneliti mahasiswa.
3.5.         Pengembangan Instrumen Penelitian
3.5.1. Kuesioner Motivasi Meneliti Dalam Praktikum Fisika
Dalam penelitian yang akan dilakukan, motivasi meneliti mahasiswa terhadap konsep-konsep fisika akan diungkap dengan teknik kuesioner. Asumsi yang dipakai dalam pemilihan teknik ini adalah bahwa pengertian sikap dapat digolongkan, yaitu dari tidak senang/setuju hingga sangat senang/setuju. Butir-butir skala sikap terhadap pembelajaran didasarkan pada skala Likert yang diwujudkan dalam bentuk rentangan penilaian dari tidak senang/setuju hingga sangat senang/setuju.

3.5.2.          Tes Penguasaan Konsep (TPK)
Tes ini akan disusun sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan untuk kegiatan pembelajaran dalam penelitian yang dikembangkan menjadi 2 jenis, yaitu:
11.  Tes kemampuan penguasaan materi yang dipraktikumkan,
12.  Tes kemampuan Keterampilan Proses Sains (KPS)
Instrumen TPK direncanakan berupa tes uraian. Setiap butir tes akan mendapat skor satu hingga lima sesuai dengan jawaban yang sudah ditentukan. Setelah selesai penyusunan,. Tes ini diberikan sebelum dan setelah pengajar  melaksanakan model pembelajaran, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan penguasaan materi yang dipraktikumkan dan kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa. Untuk instrumen kemampuan TPK, penulis menggunakan kriteria persentase penguasaan konsep (menurut Arikunto, 2000) sebagai berikut:
Tabel 9. Kriteria Tingkat Penguasaan Konsep
Persentase
Kriteria
81 – 100
Sangat Baik
61 – 80
Baik
41 – 60
Cukup
21 – 40
Kurang
0 – 20
Sangat Kurang

3.5.3. Lembar Observasi
Lembar observasi ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan rekaman video yang diambil, sehingga menunjang dan memperkuat data serta catatan kegiatan yang terjadi dalam pembelajaran Praktikum Fisika inkuiri terbimbing. Dalam hal ini yang akan diobservasi adalah aktivitas peneliti mengajar selama proses pembelajaran di laboratorium, yaitu observasi terhadap kemampuan peneliti memunculkan aspek inkuiri dalam pembelajaran Praktikum Fisika inkuiri terbimbing yang dilakukan oleh seorang pengamat dari hasil rekaman video.
Adapun kisi-kisi lembar observasi yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dalam proses belajar mengajar Sains sesuai dengan pembelajaran inkuiri menurut NRC (2000).
3.6. Teknik Analisis Data
Data yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang berupa skor kemampuan fisika akan dianalisis secara statistik deskriptif. Penskoran untuk kemampuan penguasaan konsep yang dipraktikumkan dan keterampilan proses sains secara umum dilakukan dengan pemberian skor nilai dari 1 hingga 5 untuk tiap butir soalnya yang berbentuk uraian, kemudian dijumlahkan seluruh butir soalnya. Peningkatan penguasaan konsep yang dipraktikumkan dan keterampilan proses sains secara umum sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (gain score ternormalisasi)
g = (Spost – Spre) / (Smax – Spre).   (Heke dalam Meltzer, 2002)
dengan Spre = skor pre-test; Spost = skor post-test; Smax = skor maksimum. Tingkat perolehan skor kemudian dikatagorikan atas beberapa katagori yaitu: tinggi bila g> 0.7, sedang bila 0.3 < g < 0.7 dan rendah bila g < 0.3. Pengujian dilakukan dengan bantuan program Software Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows versi 17,0 untuk menguji bahwa selisih rata-rata penguasaan materi signifikan digunakan analisis uji beda untuk peningkatan gain ternormalisasinya dengan taraf signifikansi 5%.

DAFTAR PUSTAKA:
Anggraeni, S. (2007). Pengembangan Program Perkuliahan Biologi Umum Berbasis Inkuiri Bagi Calon Guru Biologi  (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Arnyana, I. B. (2007). Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovativ Pada Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa SMA  (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Budiastra, K. (2007). Inquiry In Science Learning: Preparing Of Teacher In Science Teaching on the Distance Learning  (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA: Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Puskur
Hartono. (2007). Profil Keterampilan Proses sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya  (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Hungeford . 1990. Science-Technology-Society: Investigating and Evaluating STS Issues and Solution. Illinois: STIPES Publ.
Jannah, M. (2009). Analisis Kemampuan Inkuiri Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri Dalam Pembelajaran Ipa Dan Hubungannya Dengan Keterampilan Proses Sains Siswa. Tesis PPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan
Kaniawati, I. (2007). Increasing Phisics Ability Pre-service Physics Teacher Trough Inquiry Base Learning Model at Introduction Physics  (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Loucks and Horsely, S. 1997. Reforming Teaching and Reforming Staff Development. Journal of Staff Development No. 18  (pp. 20-22)
Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores  : American Association of Physics Teachers.
NRC. (1996). National Science Education Standards Observe Interact Change Learn. Washington DC: National Academic Press
Puspitawati, R. P. & Rachmadiarti, F. (2007). Increasing learning Process Quality General Biology trough Developing Learning Materials Based On Inquiry (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Roestiyah, N.K. (2008), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Rustaman, N. (2007). Basic Scientific Inquiry in Science Education and Its Assesment (Makalah). Disampaikan pada Seminar Internasional 1 Pendidikan Sains. Bandung: SPs UPI
Rutherford, F.J. and Ahlgren, A. 1990. Science for All Americans. New York: Oxford University Press.

Simamora, T. (2009). Pembelajaran Sains Berbasis Laboratorium  (Makalah). Universitas Negeri Medan: Tidak diterbitkan.
Suryosubroto, B. (1997), Proses Belajar-Mengajar Disekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Suyatna, A. & Hinduan, A. Dkk (2009). Implementasi Pembelajaran Ilmu Kebumian Dengan Pendekatan Inkuiri dan Eksplorasi Pada Calon Guru Fisika (posting makalah)
Trowbridge, L.W and Rodger W. B. 1990. Becoming a Secondary School Science Teacher. Columbus: Merrill Publishing Company

Yager, E. Robert, Ed. 1996. Science/Technology/Society As Reform In Science Education.

Post a Comment for "IMPLEMENTASI PRAKTIKUM FISIKA BERWAWASAN LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA CALON GURU FISIKA STAIN PALANGKARAYA"